Setelah enam bulan tak bersua mahasiswa karena tinggal dan studi diKyoto, sabtu kemarin aku berkesempatan sharing bersama, soal bagaimana mengejar cita-cita bersama adik-adik FOSMAI FISIP Untirta. Aku senang sekali karena berinteraksi dengan anak-anak muda selalu membangkitkan semangat dan optimism bahwa bangsa ini punya masa depan. Apalagi Aku besar di lingkungan seperti FOSMAI. Jelek-jelek begini aku bekas ketua RISMA (Remaja Islam Mushala Al Hidayah) SMUN 1 Serang dan FSI (Forum Studi Islam) FISIP UI. Jadi berinteraksi dengan adik-adik FOSMAI seperti bernostalgia dengan masa lalu yang indah, penuh semangat dan romantika.
Aku menyampaikan materi yang sulit: mengejar cita-cita. Sulit karena sampai saat ini aku juga masih ngos-ngosan mengejarnya, belum tergenggam mantap ditangan. Respon peserta amat menarik. Ada yang kepingin kuliah di Singapura atau ada yang ingin menjadi dosen, bahkan ada yang belum punya cita-cita.
Nah, untuk yang belum punya cita-cita, musti segera merenung, apa potensi terbaik yang dimiliki dan maksimalkan. Kadang-kadang, ada yang mengatakan bahwa hidup itu mengalir saja seperti air. Nah, hati-hati, jangan mengunder-estimate air lho. Air itu mesti punya tujuan jelas, mencari posisi yang lebih rendah. Juga jangan seperti pelari marathon yang tidak tahu dimana letak garis finish, jadi berlari tanpa arah, capek dong
Nah, ada juga yang bercita-cita hendak kuliah ke Singapore. Cita-cita yang sungguh baik dan mulia. Banyak kesempatan beasiswa tersedia dan bisa diraih dengan kerja keras.ÂÂ Kita mulai dengan pemahaman bahwa sebuah keinginan pasti memiliki syarat. Begitu juga dengan study di negeri orang, kemampuan berbahasa Inggris adalah hal yang tak bisa ditawar. Nah, maka kita berdiskusi, berapa nilai TOEFL yang sudah dimiliki? Ups, ternyata masih jauh dari 550. Masih harus bekerja lebih keras. Letak perbedaan antara pemimpi dengan pemimpin adalah: pemimpi memiliki mimpi, sedangkan pemimpin mewujudkan mimpi tersebut dengan bekerja keras, tentu saja dimulai dari mengetahui bagaimana mewujudkannya, dan mulai dari mana. Bukankah kesuksesan seorang pemimpin dimulai dari keberhasilan memimpin diri sendiri?
Aku juga menyarankan adik-adik FOSMAI untuk membaca Musashi. Novel besutan Eiji Yoshikawa setebal 1247 halaman ini bercerita tentang transformasi seorang Musashi. Bagaimana ia belajar dan bekerja sehingga pada akhirnya bisa mengalahkan Sasaki Kojiro yang jauh lebih berbakat.
Ada juga yang berhasrat jadi dosen/peneliti. Aku senang sekali, karena profesi inilah yang aku pilih dan jalani. Aku berbagi cerita pengalaman penelitian dan publikasi baik di berbagai daerah di Indonesia maupun di beberapa negara. Aku juga bercerita tentang beberapa syarat seperti harus segera S2 setelah beres S1 dan jangan sekali-kali menghindari bahasa Inggris. Byak kesempatan beasiswa tersedia dan bisa diraih dengan kerja keras. Aku juga menyampaikan beberapa kisah tokoh muda yang memang sukses dengan keringatnya: Mas Eko Prasodjo, Ka Ibnu Hamad, Ka Mukhlis Yusuf dan Ka Udin.
Hmm sempat sharing juga soal bagaimana soal membuat skenario hidup, beserta contoh dalam bentuk excell Sekelumit cerita juga bisa dinikmati di tulisan soal Skenario Sempurna. Adalah kewajiban kita untuk merancang skenario hidup kita, jika baik insyaAllah akan disempurnakan oleh Allah.
Menyenangkan sekali, semoga lain kali silaturahim bisa berlanjut ya !!!
(Abah Hamid, ANE – FISIP UNTIRTA)